Review buku Melawan Setan Bermata Runcing

Buku ini sangat cocok untuk para relawan yang sedang terjun dalam dunia Pendidikan khususnya Pendidikan pelosok, karena buku ini menyajikan filosofi sampai metode Pendidikan yang bisa relawan terapkan dalam sehari-hari.

Definisi dari Setan Bermata Runcing sendiri:

Setan bermata runcing adalah sebutan dari orang rimba yang tinggal di hutan bukit dua belas, jambi  untuk pensil, karena pensil membawa pengetahuan luar yang bisa merenggut pengetahuan adat. Malah ada sebuah cerita dari salah seorang relawan yang awalnya ditolak masyarakat kehadirannya karena membawa “setan” dalam tasnya.

Tujuan dari kegiatan Sokola sendiri sangat satu jalur dengan lsm-lsm Pendidikan pelosok, seperti berikut ini:



Sekolah ingin menjadi jawaban atas kesenjangan sekolah formal terhadap masyarakat adat, seperti waktu yang tidak fleksibel, pakaian yang tidak mematuhi filosofi adat setempat, bangunan sekolah yang juga tidak mengikuti filosofi adat setempat, dan juga materi yang sama sekali tidak dibutuhkan oleh anak-anak adat.

Bukan hanya baca tulis dan hitung, namun sokola juga mengajarkan ilmu terapan. Maksudnya adalah ilmu yang menjawab masalah sehari-hari masyarakat adat, ilmu ini dibentuk sedemikian rupa setelah menjawab beberapa pertanyaan seperti

apa gunanya pelajaran ini dalam memecehkan persoalan harian? Bagaimana pelajaran ini berkontribusi dalam membawa perubahan? dapatkan pelajaran ini mempertahan sumber daya alam dan adat setempat?

Metode mengeja yang digunakan oleh sokolah sangat sederhana dan mudah dimengerti:



Guru (tunjuk)- murid (bilang)

Guru (bilang)- murid (tunjuk)

Guru (tulis)- murid (bilang)

Guru (bilang)- murid (tulis)

Di dalam buku ini dijelaskan tentang kasus persoalan sosial yang menyebabkan sokola mewujudkan programnya:



       Kasus penipuan di pasar atau kejengkelan pedagang pada orang rimba

Orang-orang rimba yang jauh dari Pendidikan modern sering ditipu oleh pedagang di pasar yang terletak diluar rimba, terutama tentang angka. Angka “8” kadang diubah menjadi “6” dan “7”. Pedagang juga jengkel terhadap orang-orang rimba yang tidak bisa penjumlah dan pengurangan, alhasil, jika orang rimba ingin membeli 30 item dari suatu toko, pedagang harus memberikan kembalian uangnya sebanyak 30 kali.

       Kasus anak orang asmat yang meninggal karena overdosis obat

Kasus ini terjadi karena keluarga si anak tida bisa membaca petunjuk pemakaian, orang tua sudah mendapatkan penjelasan dari dokter yang mengatakan untuk minum obat sebanyak 3 kali dalam 3 hari, “si anak akan sembuh pada hari ketiga” kata dokter. Orang tua yang tidak bisa membaca petunjuk penggunaan di belakang obat, berimprovisasi dengan menggunakan nalarnya dan memutuskan untuk minum sekaligus dalam sehari, menurut pemahamannya, hal ini akan membuat anak sembuh dalam sehari.

Ada beberapa sokola yang terbentuk selain sokola rimba yang sudah dilaksanakan semenjak tahun 1999:

Sokola wailagu di NTT

karena desa ini adalah desa petani, jadi sokola menghadirkan materi tentang pertanian seperti pangan alternatif, ragam pangan, kemudian juga pendirian paud untuk eksistensi pengajaran literasi dasar pada anak-anak wailagu.

Sokola tayami/Maluku utara
permasalahan disini adalah mengenai keberadaan taman nasional yang mengahalangi pemanfaat SDA, jadi materi sering dikaitkan dengan solusi untuk masalah tersebut. Pihak sokola tidak lagi melanjutkan sokola tayami, namun yang melanjutkannya sekarang adalah salah satu organisasi sosial lokal

Sokola asmat
sokolah asmat ini juga dibangun setelah analisis  permasalahan yang menyebabkan orang pribumi tersingkirkan dari marginalisasi, jadi meskipun hanya dua tahun, program yang dibawa oleh orang sokola untuk mengatasi marginalisasi sangat bermanfaat untuk masyarakat setempat.

Sokola kaki gunung
Yang unik dari masyarakat pada desa ini adalah mereka itu pandai huruf arab, namun buta terhadap huruf latin. Pengajaran latin dibutuhkan disini karena masyarakat terlibat dengan penduduk kota. Relawan yang didatangkan ke sokola juga harus paham dengan Bahasa arab sehingga pengajaran latin bisa dilaksanakan dengan mudah menggunakan metode pengaitan dengan Bahasa arab

Sokola pesisir
Sokola ini terletak ditengah-tengah kota makassar untuk memfasilitasi anak-anak pengemis dan pedagang kecil yang buta aksara.

Volunteer menurut sokolah

Tidak ada istilah volunteer (sukarela membantu) yang bisa dipahami oleh masyarakat adat, ataupun pelosok karena masyarakat hidupnya komunal, sukarela merupakan bagian dari jiwa mereka.

Kegiataan kesukarelawan bukan merupakan program yang dibawa oleh seorang relawan kepada masyarakat, namun program yang direncanakan, dan dijalankan oleh masyarakat dan juga volunteer yang terlibat.

Volunter harus live in (tinggal bermasa komunitas agar hal sia-sia tidak terjadi)

Live in adalah melibatkan diri dengan kegiatan harian komunitas (menelisik sudut pandang, memancing obrolan, memakan apa yang dimakan, memakai apa yang dipakai dan berbicara Bahasa mereka) 24 jam/1 hari, tidak ada yang dinamakan jam kerja dalam istilah live in ini.

Misi penting dari seorang volunteer adalah membebaskan komunitas dari segala bentuk dominasi yang menghambat mereka untuk membentuk atau memproduksi pengetahuan.

 Untuk merangkumnya ada 5 karakter yang harus dimiliki oleh volunteer:

       Continous learning (belajar terus dari masyarakat)

       Adaptability (beradaptasi dengan kehidupan masyarakat)

       Integrity (konsisten)

       Terracity (kegigihan dalam bertindak)

       Resilience (tahan banting)

Cara mengetuk pintu rumah agar kita bisa melihat rumah dengan baik merupakan istilah dari assessmen awal dilakukan agar program yang dilaksanakan tepat sasaran, asesmen ini dilaksanakan dengan pertimbangan beberapa hal:

  1. Gambaran kehidupan keseharian/lingkungan tempat tinggal/problemalitas yang dihadapi oleh komunitas
  2. Idealisme kehidupan yang diharapkan
  3. Pemetaan aktor komunitas yang berpengaruh, disini relawan sokola juga menceritakan tentang menggunakan metode trianggulasi(validisasi) dalam mencari tokoh berpengaruh di komunitas karena semua masyarakat pasti ada pendapat masing-masing mengenai siapa yang paling berpengaruh diantara mereka.
  4. Faktor penghambat dan pendukung program
  5. Praktek dan cara bertahan komunitas perhari

Sokola menyebutkan bahwa studi yang sering mereka lakukan di desa adalah studi etnografi dengan menggunakan beberapa metode:

       Wawancara atau mengobrol

       diskusi kelompok terfokus ataupun musyawarah desa

       Obrolan tematis

       Ngambil gambar

       Buat sketsa

       PRA (participatory rural appraisal) yang merupakan metode penilitian formal untuk menganalisis desa

 

 

 

 

 

Comments

Popular Posts